Selasa, 27 Agustus 2013

Makalah Hukum Perdata

BAB I
PENDAHULUAN


I. Latar Belakang

Menuntut ilmu itu wajib, bagi kaum muslimin dan muslimat. Itu yang disabdakan oleh Rosul. Benar adanya, namun tidak menutup kewajiban umat non – muslim, mereka juga dituntut akan itu. Menuntut ilmu bukan hanya karena hukum wajib, namun merupakan kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat dan pernyesuaian peradaban yang yang semakin canggih, maka diperlukan ilmu dalam segala hal.

Disini penulis tidak membahas wajib atau tidaknya menuntut ilmu, apakah wajib buat orang islam atau juga non-islam. Lupakan semua. Penulis akan mencoba menguraikan tentang hukum perkawinan menurut Undang – undang di Indonesia yaittu KUHPer ( BW ). Yang sudah dikenal oleh banyak orang khususnya bagi orang – orang yang bergerak dibidangnya.

Perkawinan, siapa orang yang tidak pernah mendengar kata itu. Mustahil sepertinya jika ada orang yang belum pernah mendengarnya. Sekian banyak orang menikah, namum kebanyakan belum mengerti hukum yang mengatur tentang pernikahan. Kemudian sering terjadi perceraian yang semakin marak dan bukan pemandangan aneh bagi masyarakat jika terjadi perceraian. Perlunya pengetahuan tentang hukum dan hak yang ada dalam perkawinan agar meminimalis angka perceraian, namun jika pelaku hukum tak mengerti. Wallahu a’lam.

Banyak Universitas yang mempunyai Fakultas Hukum Perdata dan yang pasti membahas tentang perkawinan, disana telah banyak meluluskan Sarjana-sarjana ahli Hukum Perdata. Demikian Sekolah- sekolah yang lain, meski bukan Fakultas, namun ada study tersebut. Namun masih banyak yang tidak mengamalkan ilmu yang mereka miliki.


II. Rumusan Masalah

Pengetahuan tentang hukum perdata tidak lah semua orang tau, perlu di kembangkan sebuah metode pembelajaran dengan men-sosialisasikan hukum tersebut. Banyaknya kejadian yang tidak searah dengan hukum perdata tentang perkawinan di kalangan masyarakat. Seperti pernikahan usia dini, pernikahan adapt, dan pernikahan yang tidak mengikuti hukum yang berlaku di Negara tercinta ini.
Pernikahan yang melanggar hukum tidak tercantum dalam daftar nama perkawinan Negara membuat pemerintah merasa kurang efektif dalam menerapkannya. Namun menurut mereka itu lebih efektif, karena tidak perlu memerlukan biaya yang lebih dan tidak lebih repot. Tanpa sepengetahuan pemerintah meraka menikah sirih atau yang lain, kemudian mereka bercerai. Dan hal lain seperti permasalahan kekerasan dalam rumah tangga dan sejenisny. Itu semua tidak dapat diajukan dalam hukum, karena tidak terdaftar dalam buku pemerintah, dan sedikit membuat repot pemerintah.



III. Tujuan Peulisan

Tujuan penulisan makalah karya ilmiah ini adalah :

  1. Sebagai bahan introfeksi bagi penulis khususnya dan kepada pembaca pada umumnya
  2. Sebagai bahan pembelajaran
  3. Menjadi tolak ukur keberhasilan penulis dalam membuat kara ilmiah
  4. Tugas terprogram dari Dosen untuk mahasiswa guna meningkatkan kualitas pendidikan.
  5. Tugas untuk perbaikan nilai.

BAB II
HUKUM PERDATA


1.      Pengertian Hukum Perdata

Hukum adalah undang – undang / peraturan tertulis atau tidak tertulis yang mengatur dan memiliki sanksi bagi pelanggar huku. Hukum Perdata yaitu suatu undang – undang atau hukum yang mempelajari serta mengatur tentang hak dan kewajiban stiap subjek hokum ( manusia ) dan mengatur hubungan antara subjek hokum satu dengan subjek hokum yang lain, bias disebut juga Hukum Privat / Personal. Hukum perdata sendiri mempunyai beberapa aspek yang tidak bias lepas, yaitu :

  1. Pengaturan Hukum
  2. Subjek Hukum, dan
  3. Hubungan Hukum.

Sedangkan hokum public atau pidana yaitu suatu undang – undang hokum yang mempelajari dan mengatur tentang hak dan kewajiban orang banyak ( masyarakat ). Seperti hokum Adminitrasi Negara. Menyangkut hukum public, berarti menyangkut hukum Nasional, hukum ini mengatur tentang ketatanegaraan di Indonesia. Criteria hukum Nasional adalah :

  1. Hukum yang berasal dari Negara sendiri ( Indonesia ),
  2. Hukum tidak terlepas dari budaya asli ( Indonesia ),
  3. Harus merupakan produk pembentuk Undang – undang,
  4. Berlaku untuk semua warga Negara ( Indonesia ),
  5. Berlaku untuk seluruh daerah / wilayah Negara ( Indonesia ),
  6. Untuk Hukum Perdaata Nasional, harus sesuai dengan nilai Pancasila,
  7. Hukum Perdata Nasional harus merupakan produk dari Undang – undang,
  8. Dibuatnya Undang – undang harus setelah kemerdekaan.

Timbulnya hukum itu sendiri muncul dianggap penting karena manusia hidup bermasyarakat. Tidak menutup kemungkinan terjadinya sengketa antara masayarakat yang ada di suatu Negara. Hukum / undang – undang muncul untuk mengatur  tentang hak dan kewajiban manusia dalam bermasyarakat dan bagaimana cara mempertahankan hak dan kewajiban mereka agar selalu terjaga dari kesewenang – wenangan.

2.      Pembagian Hukum Perdata

Hukum Perdata mempunyai dua pembagian, yaitu
  1. Hukum Perdata Meterial dan
  2. Hukum Perdata Formal

Sedangkan meurut Pengetahuan, hukum dibagi menjadi 4 ( empat ), yaitu :
  1. Hukum tentang Uang
  2. Hukum tentang kekeluargaan, perkawinan,
  3. Hukum tentang kebendaan,
  4. Hukum tentang waris.


3.      Isi KUHPer

Dalam KUHPer ( Kitab Undang – undang Hukum Perdata ) yang disebut juga BW ( Brogetjk Wetbok ) yaitu buku undang – undang buatan Belanda yang berasal dari Code Napolion di Prancis, sedangkan prancis sendiri mengadopsinya dari buku hukum Romawi. Yang kemudian di sah kan di Indonesia pada tahun 1859.

Didalam Buku KUHPer, terdapat 4 bab buku peraturan, yaitu :
  1. Buku Pertama yaitu mengatur tentang perorangan dan kekeluargaan, ( UU No. 1 Tentang Perkawinan )

Stiap subjek hukum / manusia pastilah mempunyai pasangan masing – masing dan berkeinginan untuk menikah, dalam buku satu terdapat undang – undang yang mengaturnya, seperti undang – undang siapa saja yang boleh dinikah dan yang tidak boleh, dan undang – undang dalam rumah tangga. Selebihnya akan dijelaskan dibawah.

  1. Buku yang kedua yaitu mengatur tentang hukum benda yang dimiliki oleh subjek hukum tentang benda yang dimiliki, yaitu berupa benda berwujud ( benda bergerak dan benda tidak bergerak ) dan benda tidak berwujud ( Saham, hutang, deposito ),

Harta yang dimiliki oleh subjek hukum agar tidak salah dalam penggunaanya, maka undang – undang ini mengaturnya, seperti hak dan kewajiban pemilik saham, serta pemanfaatan benda – benda yang dimiliki oleh subjek hukum.

  1. Buku yang ketiga yaitu mengatur tentang hukum perjanjian antara subjek hukum satu dengan subjek hukum yang lain, seperti perjanjian dagang, jual – beli dan sebagainya,

Banyak terjadi perselisihan, pertikaian bahkan sampai pertumpahan darah. Sering terjadi dalam bab ini. Buku ke empat ini mengatur semua tentang jual – beli dan sejenisnya dengan baik, namun jika masih terjadi  kasus dalam jual – beli, berarti subjek hukum tidak menggunakan undang – undang yang terdapat dalam Buku KUHPer ke empat ini.

  1. Buku yang ke empat yaitu mengatur tentang daluarsa dan pembuktian suatu benda bahwa benda itu meilik seorang subjek hukum yang sah. ( akte, Nota, surat tanah, dll ).

Kepemilikan sebuah benda haruslah dapat dibuktikan dengan sebuah surat keterangan kepemilikan atau sejenisnya, sehingga memperkuat dan membenarkan bahwa benda tersebut adalah milik satu subjek hukum yang sah. Namun jika subjek hukum tidak bias menunjukan bukti yang memadai, maka benda tersebut manjadi milik Negara dan akan diurus sesuai undang – undang.


4.      Sumber hukum Perdata

Arti sumber Hukum Perdata adalah asal mula terbentuknya Hukum Perdata atau tempat dimana Hukum Perdata ditemukan. Asal mula menunjukan pada sejarah pembentukannya sedangkan tempat menunjukan rumusan – rumusan yang dapat dibaca.

Sumber Hukum ada 2, yaitu :
    1. Sumber hukum dalam arti formal.
Sejarah asal Hukum Perdata yaitu Hukum Perdata buatan pemerintah Kolonial Belanda yang terhimpun dalam KUHPer ( BW ).
Berlakunya BW berdasarkan aturan peralihan UUD 1945 yang menyatakan KUHPer/BW tetap berlaku sepanjang belum diganti denga Undang – undang baru yang berdasarkan UUD 1945, dan sumber pembentuknya adalah UUD 1945.

    1. Sumber hukum dalam arti material
Sumber ini menunjukan tempat yang dirumuskan dalam ketentuan Undang – undang Hukum Perdata yang dapat dibaca.Hukum Perdata yang mengatur tentang hak dan kewajiban individual dalam bermasyarakat terdapat dalam Kuhper material. Sedangkan undang – undang / hukum yang mengatur tentang melaksanakan dan atau mempertahankan hak dan kewajiban terdapat dalam Undang – undang KUHPer Formil.

Dalam mengatur hidup bermasyarakat, manusia adalah sentral penggerak kehidupan masyarakat, karena sudah jelas ia adalah pendukung atau pelaku langsung hak dan kewajiban. Dengan demikian, Hukum Perdata Material pertama kali menentukan siapakah orang – orang yang disebut pelaku hukum.

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan – Nya yang lain, dan dijadikan atas jenis kelamin yang berbeda yaitu pria dan wanita. Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan berpasang – pasangan dan memnjalin hubungan hidup dengan ikatan dan membentuk suatu keluarga. Yang kemudian diatur oleh undang – undang yang terangkum dalam Undang –undang Perkawinan.


1.      Hukum Perdata Tentang Perkawinan.

Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki – laki dengan seorang perempuan untuk jangka waktu yang lama. Undang-undang memandang  perkawinan hanya dari hubungan keperdataan sebagaimana disebutkan dalam KUHPer pasal 26.

Pasal tersebut menyatakan bahwa suatu perkawinan yang sah hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat – syarat dan metentuan yang di tentukan dalam KUHPer dan mengenyapingkan peraturan agama, seperti dikatanan dalam BW, bahwa poligami dilarang. Dalam pengertian, apa bila dilanggar akan mendapat pembatalan perkawinan.

Beberapa syarat perkawinan dalam Hukum Perdata yang wajib dipenuhi, yaitu :
a.              Calon suami dan istri harus mencapai usia yang ditentukan ( laki – laki 18  tahun, perempuan 15 tahun ),

Batas usia minimal ini sering menjadi tolak ukur pernikahan. Dalam masyarakat umum, sering terjadi pernikahan dini antara kedua calon mempelai. Demikian terjadi sangatlah rawan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, dikarenakan dalam usia tersebut, emosi dan tekanan masing – masing masih sangatlah labil.

b.              Harus ada kebasan / tidak ada halangan antara kedua mempelai untuk menikah.

Dalam arti, kedua mempelai tidak terikat dengan pernikahan yang lain dengan waktu yang sama, atau kedua mempelai tidak mempunyai ikatan pernikahan dengan orang lain, kecuali atas izinnya. Bias juga diartikan, kedua mempelai tidak terikat dengan suatu hal yang memberatkan terjadinya perkawinan.

c.              Untuk anak dibawah usia tidak diperbolehkan menikah, kecuali atas izin kedua orang tua masing – masing mempelai sebelum berumur 30 tahun.

Hal ini hamper sama dengan poin pertama, yaitu larangan menikah dalam usia dibawah umur. Namun jika sudah ada peretujuan dari orang tua kedua mempelai, maka selanjutnya adalah tanggung jawab orang tua.

d.             Tidak boleh melakukan perkawinan saudara sedarah maupun saudara tiri.

Perkawinan sedrah juga dilarang opleh agama Islam, karena bias merusak garis keturunan dan menyalahi aturan agama.

Yang pasti kedua orang tua sudah mengijinkan perkawinan itu terjadi, perizinan ini penting karena orang tua mempunyai hak pennuh atas anak – anak mereka. Dan bahkan perkawinan dapat dibatalkan karena hal – hal yang terjadi, baik dari pihak suami maupun istri. Orang – orang yang berhak membatalkan perkawinan adalah :
  1. Suami atau Istri
Jika suami atau istri mempunyai alas an yang kuat seperti suami atau istri tidak sesuai dengan yang diinginkan, atau terdapat kesalahan atau peksaan perkawinan. Hal ini sering dapat terjadi karena perjodohan dari orang tua atau suami atau istri mengalami cacat.

  1. Anak,
Anak pun mempunyai hak untuk membatalkan perkawinan yang nakan dilancarkan oleh orang tuanya,

  1. Orang Tua
Dalam hal ini tidak bias dipungkiri, karena orang tua adalah tempat keramat bagi anak – anak nya.

  1. Jaksa
Jaksa dapat membatalkan perkawinan jika kedua mempelai tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam KUHPer. Juga dapat terjadi jika salah satu mempelai terkait kasus yang melibatkan pihak kepolisian dan atau pihak lain yang memberatkan terjadinya perkawinan.

Dalam pasal 32 menyebutkan bahwasannya batalnya perkawinan disebabkan hal – hal sebagai berikut :
1)      Kematian – cerai mati,
2)      Perceraian,
3)      Keputusan pengadilan.


2.      Perkawinan Menurut Undang – undang No. 1 Tahun 1974

Perkawinan Menurut Undang – undang No. I tahun 1974, perkawinan dapat dibatalkan atas persetujuan kedua mempelai, kemudian yang belum berumur 21 tahun, harus mndapat izin dari orang tua yang masih hidup dan mampu untuk menyatakan kehendaknya. Kemudian diperjelas pihak - pihak yang dapat membatalkan perkawinan adalah :
  1. Keluaraga
  2. Suami – Istri
  3. Pejabat yang berwenang
  4. Pejabat yang ditunjuk, mempunyai kuasa atasnya.


3.      Akibat adanya Perrkawinan.

Akibat adalah timbal balik dari satu perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam hal perkawinan, akibat yang timbul tergantung pada sah dan tidaknya perkawinan. Menurut Undang- undang No. 1 tahun 1974, yang menjadi syarat sah nya perkawinan diantaranya :

1)      Persetujuan calon mempelai pria dan wanita,
2)      Seorang calon mempelai pria minimal berusia 19 tahun, dan untuk wanita minimal 16 tahun. Namun jika mereka belum mencapai usia 21 tahun, maka ia harus izin ke pengadilan, karena sebelum umur 21 tahun, belum dianggap cakap bertindak hukum,
3)      Harus ada tugas dari orang tua, atau pengadilan,
4)      Tidak terikat denga perkawinan yang lain, jika masih dalam ikatan perkawinan, harus mendapat izin dari istri atau pengadilan,
5)      Belum pernah bercerai untuk yang ke dua kali dengan orang yang sama,
6)      Calon istri telah melewati masa iddah,
7)      Ada pemberitahuan untuk menikah pada BPN,
8)      Tidak ada yang mengajukan pencegahan,
9)      Tidak ada larangan untuk menikah.

Setalah perkawinan terjadi dan sah menurut pengadilan agama, maka akibat dari perkawinan tersebut adalah :

a)      adanya hubungan antara wali dan anak, dan
b)      Adanya hubungan antara suami dan istri

Namun jika pengadilan agama atau KUA menyatakan perkawinan tersebut tidk sah, maka akibatnya adalah sebakliknya dari tersebut diatas, yaitu :

a)      Tidak ada hubungan antara anak dan wali,
b)      Tidak ada hubungan antara suami dan istri.


4.      Perceraian

Perceraian adalah perpisahan ( putusnya ) hubungan suami istri yang sah yang dilakukan oleh seorang suami kepada istri, atau pengajuan istri kepada suami untuk dilaksanakan perceraian melaluo Kantor Urusan Agama ( KUA ).

a.      Cerai Gugat

Yaitu cerai yang diajukan oleh penggugat ( istri ) kepada suami, karena beberapa hal yang tidak dapat dipenuhi oleh sang suami pada sang istri, kemudian sang istri menuntut ny dan sang suami tidak mampu untuk melakukannya. Maka sang istri boleh mengajukan gugatan. Atau perkara lain seperti kekerasan dalam rumah tangga, atau sang suami pergi tak kembali. Cerai gugat adalah cerai yang diajukan oleh penggugat di pengadilan agama tempat tinggal penggugat,

Perceraian tipe ini masih jarang terjadi, karena kebanyakan istri tidak cukup berani untuk melakukan gugatan pada sang suami, dan istri cenderung pasrah menerima suaminya apa adanya.

b.      Cerai talak

Cerai talak yaitu perceraian yang diajukan oleh suami pada istri. Kasus ini terjadi karena beberapa hal, seperti sang istri tidak bias memuaskan jasmani suami, istri tidak menuruti suami hingga dalam hal baik, atau bias juga karena perselingkuhan yang dilakukan oleh istri.

Banyak hal yang menyebabkan perceraian, baik cerai gugat maupun cerai talak. Karena normalnya manusia seperti apapun yang dia punya masih merasa kurang, punya satu ingin dua, punya dua ingin tiga dan seterusnya. Dalam setiap pertemuan pasti ada perpisahan, sama halnya dengen perkawinan. Jika ada perkawinan, maka tidak menutup kemungkinan terjadinya perceraian, perpisahan dan sejenisnya yang merusak ikatan suami istri.


5.      Akibat perceraian

Dalam pernikahan yang menimbulkan terjadinya perceraian, maka dalam setiap perceraian mempunyai efek samping tersendiri, ada efek yang positif, namun juga ada efek samping yang negative yang timbul. Banyak hal yang terjadi jika perceraian itu terjadi, penulis tidak mampu untuk menggambarkannya, namun penulis akan mencoba sedikit mengupas.

Akibat positif yang terjadi karena perceraian merupakan suatu hal yang memjadi pembelajaran bagi kedua belah pihak dan anak yang menjadi korban, orang bilang. Jika anak tersebut sudah mengerti dan sudah dewasa maka bukan jadi masalah perceraian itu terjadi bagi sang anak. Hanya saja sang anak mungkin merasa kurang kasih sayang kedua orang tua, itu yang terjadi pada umumnya. Akibat positif yang terjadi akibat perceraian yaitu :

·         Suami atau istri akan lebih berhati – hati dalam memilih pasangan hidup,
·         Suami atau istri mendapat satu kepuasan telah mendapat jalan keluar dalam permasalahan selama berumah tangga dengannya, meski bukan jalan terbaik,
·         Wawasan anak semakin luas, pembelajaran yang tidak ada di bangku study dia dapatkan dengan Cuma – Cuma,

Kemudian akibat perceraian yang negative, hal ini sering terjadi dan banyak yang terjadi ketika perceraian itu menjadi kenyataan. Mimpi buruk yang menjadi nyata telah datang, dunia serasa hancur tak ada lagi harapan untuk bahagia. Hal – hal yang biasanya terjadi adalah :

·         Frustasi dari pihak yang tidak menerima perceraian,
·         Menyepelekan urusan nikah dan cerai, karena merasa sudah berpengalaman,
·         Hilangnya kasih sayang yang didapat oleh anak dari kedua orang tua,
·         Hubungan antara mantan suami, mantan istri dan anak semakin ranggang,
·         Putusnya tali persaudaraan,
·         Anak menjadi korban, yang membuat anak tak peduli pada kedua orang tuanya.
·         Dan masih banyak lagi yang memberi dampak negative dari perceraian.

Fenomena perceraian ini banyak terjadi dilakalangan masyarakat, karena perkawinan yang dilakukan dengan usia dini atau hal lain yang membuat perceraian. Dipandang mudah mengajukan perceraian dan perkawinan, sehingga hal ini menjadi permainan pada kalangan masyarakat yang kurang bertanggung jawab.
1.      Pertalian Persaudaraan/kekeluargaan

Dalam hal ini sangat erat kaitannya antara hubungan keluarga dan hubungan darah. Hubungan keluarga dan hubungan darah adalah dua pengertian yang berbeda, dimana hubungan keluarga adalah hubungan dalam satu keluarga yang terjadi karena hubungan perkawinan dan hubungan darah. Namun hubungan darah merupakan hubungan keluarga dari keturunan yang sama, atau hasil dari perkawinan.

Hubungan keluarga karena perkawinan disebut semenda, hubungan anak antara ayah dan ibu disebut hubungan tingkat. Hubungan keturunan hanya memberikan keistimewaan tertentu dalam keluarga, yaitu :

  1. Patsiliniel
Yaitu hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan bapak
  1. Materiliniel
Yaitu hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan Ibu
  1. Parental Bilateral
Yaitu hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan orang tua, artinya gabungan dari poin a dan b.
Anak merupakan bagian dari hasil perkawinan antara laki – laki dan perempuan. Anak sah adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah. Kemudian anak tidak sah adalah anak yang lahir diluar perkawinan yang sah,  yang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya atau keluarga ibunya.

Dalam pertalian persaudaraan atau hubungan darah erat kaitannya dengan perkawinan, pembagian waris. Namun penulis tidak mengurai tentang hal berikut.

















 BAB III
PENUTUP



1.   Kesimpulan

Setelah itu penulis menyimpulkan, bahwa setiap hukum perundang – undangn memiliki aspek tertentu, dalam perkawinan, perlunya lapor pada pengadilan agama atau KUA yang bersangkutan, untuk mmbenarkan tindakanny dan memberi keabsahan dalam Negara untuk melakukan suatu perkawinan. Dalam setiap perkawinan harus memenuhi syarat yang tercantum dalam KUHPer tentang perkawinan, jika tidak maka perkawinan itu batal.

Setiap perkawinan sering terjadi perceraian. Perceraian yang berakibat fatal terhadap kelangsungan mental sang buah hati.


2. Penutup

Dan akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang mendukungnya. Harapan penulis agar karya ini dapat berguna dikemudian hari. Amin.

Penulis mohon maaf jika terdapat kesalahan atau pernyataan yang kurang benar dalam makalah ini, karna manusia tempatnya salah dan lupa, namun penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan pada karya ilmiah selanjutnya.






Terima kasih.










DAFTAR PUSTAKA





Study Pengantar Hukum Perdata. Semester II Perbankan Syari’ah.   STAI YASBA KALIANDA. Tahun Akademik 2010/2011.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar